BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lahir, bahkan sejak masih didalam kandungan manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan yang berkenaan dengan aspek-aspek jasmaniah atau fisik, menunjukan perubahan atau penambahan secara kuantitas, yaitu penambahan dalam ukuran besar atau tinggi, contoh bertambahnya tinggi seseorang. Sedangkan perkembangan yaitu perubahan yang menyangkut aspek-aspek psikis atau rohaniah, berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi, contoh kemampuan anak yang mampu berjalan yang sebelumnya hanya mampu merangkak.
Pertumbuhan dan perkembangan memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan anak adalah keluarga. Secara genetik, anak telah memiliki sifat-sifat bawaan tertentu sebagai potensi dasar untuk berkembang. Namun, berkembangnya potensan-potensi itu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan tempat individu itu berkembang. Pengaruh-pengaruh interaktif bawaan lingkungan inilah yang akan menentukan proses perkembangan anak.
Urie Bronfrenbrenner & Ann Crouter (sigelman & Shaffer, 1995:86) mengemukakan bahwa “...lingkungan perkembangan merupakan berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organisme yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.”
J.P. Chaplin (1979:175) juga mengemukakan bahwa lingkungan merupakan “keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan sosial yang mempengaruhi organisme segala sesuatu yang berada diluar individu yang meliputi fisik dan sosial budaya.” Lingkungan ini merupakan sumber seluruh informasi yang diterima individu melalui alat indra: penglihatan, penciuman, pendengaran dan rasa.
Maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan perkembangan siswa adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi atau kondisi) fisik atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan siswa.
Ada tiga jenis lingkungan perkembangan yang lazim dikenal, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dalam konteks pendidikan tiga macam lingkungan tersebut dikenal sebagai tripusat pendidikan.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat utama bagi perkembangan anak, sebab keluarga lingkungan pertama yang dikenal anak sejak ia lahir. Untuk itu penyusun tertarik mengkaji mengenai lingkungan keluarga sebagai pengaruh perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga?
2. Apa peran dan fungsi keluarga?
3. Apa faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak?
4. Apa implikasi faktor lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak di SD?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan yang ingin dicapai yakni sebagai berikut
1. Mengetahui pengertian keluarga.
2. Mengetahui peranan dan fingsi keluarga.
3. Mengetahui faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak.
4. Mengetahui implikasi faktor lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak di SD.
Sejak lahir, bahkan sejak masih didalam kandungan manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan yang berkenaan dengan aspek-aspek jasmaniah atau fisik, menunjukan perubahan atau penambahan secara kuantitas, yaitu penambahan dalam ukuran besar atau tinggi, contoh bertambahnya tinggi seseorang. Sedangkan perkembangan yaitu perubahan yang menyangkut aspek-aspek psikis atau rohaniah, berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi, contoh kemampuan anak yang mampu berjalan yang sebelumnya hanya mampu merangkak.
Pertumbuhan dan perkembangan memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan anak adalah keluarga. Secara genetik, anak telah memiliki sifat-sifat bawaan tertentu sebagai potensi dasar untuk berkembang. Namun, berkembangnya potensan-potensi itu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan tempat individu itu berkembang. Pengaruh-pengaruh interaktif bawaan lingkungan inilah yang akan menentukan proses perkembangan anak.
Urie Bronfrenbrenner & Ann Crouter (sigelman & Shaffer, 1995:86) mengemukakan bahwa “...lingkungan perkembangan merupakan berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organisme yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.”
J.P. Chaplin (1979:175) juga mengemukakan bahwa lingkungan merupakan “keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan sosial yang mempengaruhi organisme segala sesuatu yang berada diluar individu yang meliputi fisik dan sosial budaya.” Lingkungan ini merupakan sumber seluruh informasi yang diterima individu melalui alat indra: penglihatan, penciuman, pendengaran dan rasa.
Maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan perkembangan siswa adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi atau kondisi) fisik atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan siswa.
Ada tiga jenis lingkungan perkembangan yang lazim dikenal, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dalam konteks pendidikan tiga macam lingkungan tersebut dikenal sebagai tripusat pendidikan.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat utama bagi perkembangan anak, sebab keluarga lingkungan pertama yang dikenal anak sejak ia lahir. Untuk itu penyusun tertarik mengkaji mengenai lingkungan keluarga sebagai pengaruh perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga?
2. Apa peran dan fungsi keluarga?
3. Apa faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak?
4. Apa implikasi faktor lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak di SD?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan yang ingin dicapai yakni sebagai berikut
1. Mengetahui pengertian keluarga.
2. Mengetahui peranan dan fingsi keluarga.
3. Mengetahui faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak.
4. Mengetahui implikasi faktor lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga
M. I. Soelaeman ( 1978 : 4-5 ) mengemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian keluarga, yaitu :
1. F. J. Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu
a. Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan” atau marga.
b. Dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak.
2. Maciver menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum terdapat dimana-mana, yaitu:
a. Hubungan berpasangan dua jenis,
b. Perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengokohkan hubungan tersebut,
c. Pengakuan akan keturunan,
d. Kehidupan ekonomis yang diselenggarakan dan dinikmati bersama, dan
e. Kehidupan berumah tangga.
Menurut wikipedia Bahasa Indonesia:
Keluarga berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kulawarga, ras, dan warga yang berarti anggota. Keluarga memiliki beberapa pengertian lain yaitu:
1. Keluarga adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
2. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
3. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Ada beberapa jenis keluarga, yakni:
keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau anak-anak, keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-anak mereka, di mana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua. Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.M. I. Soelaeman ( 1978 : 4-5 ) mengemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian keluarga, yaitu :
1. F. J. Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu
a. Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan” atau marga.
b. Dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak.
2. Maciver menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum terdapat dimana-mana, yaitu:
a. Hubungan berpasangan dua jenis,
b. Perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengokohkan hubungan tersebut,
c. Pengakuan akan keturunan,
d. Kehidupan ekonomis yang diselenggarakan dan dinikmati bersama, dan
e. Kehidupan berumah tangga.
Menurut wikipedia Bahasa Indonesia:
Keluarga berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kulawarga, ras, dan warga yang berarti anggota. Keluarga memiliki beberapa pengertian lain yaitu:
1. Keluarga adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
2. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
3. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Ada beberapa jenis keluarga, yakni:
B. Peranan dan Fungsi Keluarga
1. Peran Lingkungan Keluarga dalam Konteks Perkembangan Anak
Keluarga sudah dikenal sebagai lingkungan perndidikan yang pertama dan utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh lingkungan keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Pandangan ini sangat logis dan mudah dipahami karena beberapa alaan sebagai berikut:
Pertama, keluarga lazimnya merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak. Begitu anak lahir, lazimnya pihak keluargalah yang langsung menyambut dan memberikan layanan interaktif kepada anak. Apa yang dilakukan dan diberikan oleh pihak keluarga menjadi sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Menurut banyak ahli pengalaman hidup pada masa awal akan menjadi fondasi bagi proses perkembangan dan pembelajran anak selanjutnya.
Kedua, sebagian besar waktu anak lazimnya dihabiskan di lingkungan keluarga. Kalau di sekolah anak menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam, maka di rumah anak bisa menghabikan waktu sekitar dua kali lipat atau lebih dari itu. Besarnya peluang dan interaksi akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan anak.
Ketiga, karakteristik hubungan orangtua-anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya (guru, teman, dsb). Kepada orangtua disamping anak memiliki ketergantungan secara materi, ia juga memiliki ikatan psikologi tertentu yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melalui jalinan kasih saying dan pengaruh-pengaruh normatif tertentu.
Keempat, interaksi kehidupan orangtua-anak di rumah bersifat “asli”, seadanya dan tidak dibuat-buat.
Dalam praktiknya, bagaimanapun pengaruh keluarga itu akan bervariasi. Hal ini tergantung kepada bentuk, kualitas, dan intensitas perilaku yang terjadi, disamping tergantung pula kepada kondisi anak sendiri.
2. Adapun fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi:
1) Sandang, pangan dan papan,
2) Hubungan seksual suami istri, dan
3) Reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaian” (bibit-bibit insani yang fitrah).
b. Fungsi Ekonomis
Keluarga (dalam) hal ini ayah mempunyai kewajiban untuk menafkahi (istri dan anak). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah, melainkan menurut kadar kesanggupan).
c. Fungsi Pendidikan (edukatif)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmiter budaya atau mediator”. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nila-nilai agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.
d. Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.
e. Fungsi Perlindungan (Protektif)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.
f. Fungsi Rekreatif
Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dengan penuh semangat bagi anggotanya. Maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.
g. Fungsi Agama (Religius)
Keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Dalam Al-Quran, surat Al Tahrim: 6, difirmankan: ”Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Ayat ini memberikan isyarat kepada para orang tua bahwa mereka diwajibkan memelihara diri dan keluarganya dari murka tuhan. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotannya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
h. Fungsi Cinta Kasih
Untuk medorong keluarga sebagai wahana pembinaan cinta kasih sayang serta jiwa kesetiakawanan antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat.
C. Tanggung Jawab Keluarga
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh keluarga khususnya orang tua terhadap anak antara lain:
1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain.
4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama.
D. Faktor-Faktor Keluarga Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
1. Keberfungsian Keluarga
Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis dan moralitas anggota keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial budaya, maka setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang kokoh dalam menerapkan fungsinya (fungsinonal-normal) tapi ada juga keluarga yang mengalami keretakan atau ketidakharmonisan (disfungsional atau tidak normal). Keluarga yang fungsional (normal) yaitu kelurga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai mana yang sudah dijelaskan. Disamping itu, keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik
a. Saling memperjatikan dan mencintai,
b. Bersikap terbuka dan jujur,
c. Orang tua mau mendengarkan anak,menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya,
d. Ada “sharing” masalah atau pendapat diantara anggota keluarga.
2. Pola hubungan orang tua-anak sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak
Terdapat beberapa pola sikap atau perlakuan orang terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak (Hurlock, 1956:504-512; Schneiders 1964:150-156; Lore, 1970:145).
Selanjutnya, Radin (Seifert & Hoffnung, 1991) menjelaskan enam kemungkinan cara yang dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut.
a. Pemodelan perilaku (modeling of behaviors)
Baik disengaja atau tidak orangtua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anaknya. Cara dan orang tua berperilaku akan menjadi sumber objek imitasi bagi anak. Tidak hanya yang baik-baik saja yang diterima oleh anak tapi sifat-sifat yang jeleknya pun akan dilihat pula.
b. Memberikan hukuman dan ganjaran (giving rewards and punishments)
Orang tua mempengaruhi anknya dengan memberi ganjaran terhadap perilaku tertentu yang dilakukan oleh anaknya dan memberi hukuman terhadap beberapa perilaku lainnya.
c. Perintah langsung (direct instruction)
Kadang-kadang orang tua secara sederhana mengatakan kepada anak seperti berikut: “jangan malas belajar!”, “jangan curat-coret di tembok!” dari perintah-perintah seperti ini anak sering mengambil pelajaran tertentu sehingga bisa lebih memahami harapan-harapan dan keinginan-keinginan orang tuanya.
d. Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules)
Secara berulang-ulang orang tua sering menyatakan peraturan-peraturan umum yang berlaku di rumah, meskipun hal ini sering dinyatakan secara tidak tertulis. Dengan cara ini anak didorong untuk melihat perilakunya apakah sudah benar atau belum melalui perbandingan dengan peraturan-peraturan tersebut.
e. Nalar (reasoning)
Pada saat menjengkelkan, orangtua bisa mepertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orangtua untuk mempengaruhi anaknya.
f. Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana (providing materials and settings)
Orangtua dapat mempengaruhi perilaku anak dengan mengontrol fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana. Misalnya untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan minat belajar anak, orangtua membelikan buku-buku yang diminati anak dari pada membelikan pistol-pistolan.
1. Peran Lingkungan Keluarga dalam Konteks Perkembangan Anak
Keluarga sudah dikenal sebagai lingkungan perndidikan yang pertama dan utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh lingkungan keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Pandangan ini sangat logis dan mudah dipahami karena beberapa alaan sebagai berikut:
Pertama, keluarga lazimnya merupakan pihak yang paling awal memberikan banyak perlakuan kepada anak. Begitu anak lahir, lazimnya pihak keluargalah yang langsung menyambut dan memberikan layanan interaktif kepada anak. Apa yang dilakukan dan diberikan oleh pihak keluarga menjadi sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Menurut banyak ahli pengalaman hidup pada masa awal akan menjadi fondasi bagi proses perkembangan dan pembelajran anak selanjutnya.
Kedua, sebagian besar waktu anak lazimnya dihabiskan di lingkungan keluarga. Kalau di sekolah anak menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam, maka di rumah anak bisa menghabikan waktu sekitar dua kali lipat atau lebih dari itu. Besarnya peluang dan interaksi akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan anak.
Ketiga, karakteristik hubungan orangtua-anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya (guru, teman, dsb). Kepada orangtua disamping anak memiliki ketergantungan secara materi, ia juga memiliki ikatan psikologi tertentu yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melalui jalinan kasih saying dan pengaruh-pengaruh normatif tertentu.
Keempat, interaksi kehidupan orangtua-anak di rumah bersifat “asli”, seadanya dan tidak dibuat-buat.
Dalam praktiknya, bagaimanapun pengaruh keluarga itu akan bervariasi. Hal ini tergantung kepada bentuk, kualitas, dan intensitas perilaku yang terjadi, disamping tergantung pula kepada kondisi anak sendiri.
2. Adapun fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi:
1) Sandang, pangan dan papan,
2) Hubungan seksual suami istri, dan
3) Reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaian” (bibit-bibit insani yang fitrah).
b. Fungsi Ekonomis
Keluarga (dalam) hal ini ayah mempunyai kewajiban untuk menafkahi (istri dan anak). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah, melainkan menurut kadar kesanggupan).
c. Fungsi Pendidikan (edukatif)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmiter budaya atau mediator”. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nila-nilai agama, budaya dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.
d. Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya.
e. Fungsi Perlindungan (Protektif)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.
f. Fungsi Rekreatif
Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dengan penuh semangat bagi anggotanya. Maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.
g. Fungsi Agama (Religius)
Keluarga berfungsi sebagai penanam nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Dalam Al-Quran, surat Al Tahrim: 6, difirmankan: ”Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Ayat ini memberikan isyarat kepada para orang tua bahwa mereka diwajibkan memelihara diri dan keluarganya dari murka tuhan. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotannya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
h. Fungsi Cinta Kasih
Untuk medorong keluarga sebagai wahana pembinaan cinta kasih sayang serta jiwa kesetiakawanan antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat.
C. Tanggung Jawab Keluarga
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh keluarga khususnya orang tua terhadap anak antara lain:
1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain.
4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama.
D. Faktor-Faktor Keluarga Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
1. Keberfungsian Keluarga
Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis dan moralitas anggota keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial budaya, maka setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang kokoh dalam menerapkan fungsinya (fungsinonal-normal) tapi ada juga keluarga yang mengalami keretakan atau ketidakharmonisan (disfungsional atau tidak normal). Keluarga yang fungsional (normal) yaitu kelurga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai mana yang sudah dijelaskan. Disamping itu, keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik
a. Saling memperjatikan dan mencintai,
b. Bersikap terbuka dan jujur,
c. Orang tua mau mendengarkan anak,menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya,
d. Ada “sharing” masalah atau pendapat diantara anggota keluarga.
2. Pola hubungan orang tua-anak sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak
Terdapat beberapa pola sikap atau perlakuan orang terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak (Hurlock, 1956:504-512; Schneiders 1964:150-156; Lore, 1970:145).
Selanjutnya, Radin (Seifert & Hoffnung, 1991) menjelaskan enam kemungkinan cara yang dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut.
a. Pemodelan perilaku (modeling of behaviors)
Baik disengaja atau tidak orangtua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anaknya. Cara dan orang tua berperilaku akan menjadi sumber objek imitasi bagi anak. Tidak hanya yang baik-baik saja yang diterima oleh anak tapi sifat-sifat yang jeleknya pun akan dilihat pula.
b. Memberikan hukuman dan ganjaran (giving rewards and punishments)
Orang tua mempengaruhi anknya dengan memberi ganjaran terhadap perilaku tertentu yang dilakukan oleh anaknya dan memberi hukuman terhadap beberapa perilaku lainnya.
c. Perintah langsung (direct instruction)
Kadang-kadang orang tua secara sederhana mengatakan kepada anak seperti berikut: “jangan malas belajar!”, “jangan curat-coret di tembok!” dari perintah-perintah seperti ini anak sering mengambil pelajaran tertentu sehingga bisa lebih memahami harapan-harapan dan keinginan-keinginan orang tuanya.
d. Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules)
Secara berulang-ulang orang tua sering menyatakan peraturan-peraturan umum yang berlaku di rumah, meskipun hal ini sering dinyatakan secara tidak tertulis. Dengan cara ini anak didorong untuk melihat perilakunya apakah sudah benar atau belum melalui perbandingan dengan peraturan-peraturan tersebut.
e. Nalar (reasoning)
Pada saat menjengkelkan, orangtua bisa mepertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orangtua untuk mempengaruhi anaknya.
f. Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana (providing materials and settings)
Orangtua dapat mempengaruhi perilaku anak dengan mengontrol fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana. Misalnya untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan minat belajar anak, orangtua membelikan buku-buku yang diminati anak dari pada membelikan pistol-pistolan.
BAB III
IMPLIKASI TERHADAP PEMBELAJARAN DI SD
IMPLIKASI TERHADAP PEMBELAJARAN DI SD
Menurut Beryamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada suatu sekolah relatif singkat. Sebagian besar waktunya dipergunakan siswa untuk bertempat tinggal di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat diketahui lebih lanjut bahwa kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di sekolah.
Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar di ambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarganya yang lain.
Suasana keluarga yang berbahagia yang mempengaruhi anak akan mempengaruhi masa depan anak di sekolah maupun di masyarakat.
Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribedi (1981) bahwa pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh:
1. Rasa Aman
Merupakan periode perkembangan pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman ini perlu dikerjakan, sehingga anak merasakan aman dalam kehidupan keluarga.
Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu kepercayaan pada diri sendiri. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu kegelisahan hidup, ia akan merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyanyangi.
2. Rasa Otonomi
Rasa otonomi yang terjadi pada anak berumur 2-3 tahun. Orang tua harus membimbing anak dengan bijaksana agar anak dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga yang dapat berdiri sendiri dan dengan caranya sendiri yang dapat memecahkan persoalan yang mereka hadapi.
Kegagalan pembentukan otonomi, akan menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh orang tuanya. Ia selalu tidak percaya diri dan tidak mampu untuk menghadapi persoalan disekolahnya.
3. Rasa Inisiatif
Pada umur 4-6 tahun anak harus dibiasakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam lingkungan keluarga. Sebab dengan dibiasakan menangani masalah hidupnya maka anak akan mengembangkan inisiatifnya dan daya kreatifnya dalam rangka menghadapi tantangan hidupnya. Jika orang tua selalu membantu dan bahkan melarang anaknya untuk mengerjalan sesuatu hal maka inisiatif dan daya kreasi anak akan lemah dan akan mempengaruhi hidup anak dalam belajar disekolah
Pengaruh kualitas pengasuhan anak dan kondisi lingkungan dengan perkembangan kemampuan anak.
Levine dan havighurst (1984, 169:179) melaporkan hasil penelitian anak yang tingkat kondisi IQ rendah dari suatu rumah yatim piatu dalam kondisi yang menyedihkan dan anak yang diasuh dalam rumah yatim piatu dalam kondisi baik dengan penyelenggaraan dengan program-program yang perawatan baik. Setelah satu tahun anak dari dua lingkungan yatim piatu tersebut di tes intelegentsi. Dari hasil tes intelegentsi diperoleh hasil bahwa IQ anak dipelihara dalam yatim piatu dalam kondisi yang menyedihkan IQnya tetap bahkan ada yang menurun, sedang anak yang diasuh dalam rumah yatim piatu yang baik IQnya naik setelah belajar disekolah anak-anak diasuh dengan kondisi yang baik berhasil memperoleh ijazah pendidikan tinggi.
Pengaruh fasilitas hidup dalam keluarga dan rumah tangga terhadap perkembangan kognitif
Keluarga lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas memiliki fasilitas yang berbeda-beda. Keluarga fasilitas bawah yang kurang lengkap bila dibanding keluarga lapisan menengah dan lapisan atas. Kelengkapan fasilitas mempunyai dampak yang positif terhadap pengembangan kognitif anak yang belajar disekolah.
Pengaruh besarnya keluarga terhadap kemampuan intelektual :
Dari hasil–hasil penelitian dilaporkan bahwa besarnya keluarga berkolerasi negatif terhadap kemampuan intelektual dari hasil penelitian diketahui bahwa makin besar jumlah keluarga makin rendah kemampuan intelektual anak. Sebaliknya makin kecil jumlah keluarga kemampuan intelektual makin tinggi. Jika ditambah fariabel lapisan keluarga, maka jumlah keluarga yang besar pada lapisan bawah kemampuan intelektual akan lebih rendah lagi dibanding pada keluarga besar pada lapisan menengah oleh karena makin banyak jumlah anak maka kemapuan intelektual makin rendah apalagi jika ditambah dengan lapisan keluarga rendah (miskin).
Pengaruh urutan kelahiran terhadap kemampuan intelektual
Pengaruh urutan kelahiran telah dilaporkan oleh Lausa dan Sigel (1982). Dari hasil penelitian ini diketahui makin menurun urutan kelahiran makan presentasi pelajar semakin rendah. Umumnya presentasi belajar anak sulung lebih baik daripada prestasi belajar anak kedua prestasi lebih baik dari anak ketiga dan seterusnya.
Pengaruh pekerjaan ibu
Pengaruh antara ibu yang bekerja diluar rumah terhadap prestasi belajar anak belum ada kata sepakat. Dari berbagai penelitian ada kecenderungan bahwa prestasi belajar anak yang ibunya bekerja lebih tinggi dari anak yang ibunya tidak bekerja. Tetapi pada beberapa penelitian juga menghasilkan bahwa prestasi belajar anak yang ibunya tidak bekerja lebih tinggi dari pada prestasi belajar anak yang ibunya bekerja. Oleh karena itu perlu dilacak faktor yang lain yang menyebabkan keragu-raguan tersebut diatas umpama jenis kerja dari ibu, kualitas keluarga dan sebagainya.
Hubungan perlakuan orang tua dan kemampuan kognitif
Dari hasil penelitian Rollins dan Thomas yang dilaporkan oleh Lewin dan Havighurst (1982. 172-173) menyatakan bahwa:
1. Makin besar dukungan orang tua makin tinggi tingkat perkembangan kognitif anak,
2. Makin kuat pemaksaan yang diberikan oleh orang tua maka makin rendah perkembangan kognitif anak,
3. Makin besar dukungan orang tua, makin tinggi kemampuan sosoisal dankemampuan instrumental anak,
4. Makin kuat tingkat pemaksaan yang diberikan orang tua terhadap anak-anaknya maka makin rendah kemapuan sosialnya,
5. Bagi anak perempuan besarnya dukungan dan frekuensi usaha pengawasan orang tua berkolerasi negatif terhadap pencapaian prestasi akademik,
6. Bagi anak laki-laki besarnya dukungan orang tua dan kuatnya pengawasan orang tua berkolerasi positif terhadap pencapaian prestasi belajar.
Luis N. Lausa dan Irving Sidel (1982) yang merangkumkan berbagai hasil penelitian juga melporkan hasil penelitian hubugan orang tua dengan keberhasilan belajar anak. Clarke dan Stewart meneliti tentang perlakuan ibu dalam hubungan antara ibu dan anak terhadap prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa prestasi belajar anak dipengaruhi oleh hubungan akrab anrata ibu dan anak. Dalam hubunganya yang akrab itu ibu sering mengajak berbincang-bincang anaknya, ibu memberikan hiburan terhadap anaknya, memberi pujian kepada anaknya, pertolongan dan keterangan-keterangan ibu juga mengajar berbagai hal seperti bekerja sama dengan anak lain serta mengembangkan kegiatan anak. Apabila perlakuan tersebut diatas disertai suasana hubungan dan kasih sayang ternyata lebih meningkatkan kemampuan intelektual dari pada penerapan displin yang kaku, pengawasan yang ketat, membujuk, memberi perintah dan larangan atau acaman dan hukuman.
Pengaruh hubungan akrab antara ayah dan anak juga mempengaruhi kemampuan intelektual anak.
Pergaulan yang akrab antara orang tua, ayah dan anak akan mengurangi rasa takut terhadap pergaulan antara anak dengan orang-orang diluar keluarga. Pengaruh hubungan akrab anak laki-laki dan ayahnya terhadap prestasi belajar lebih tinggi dari pada pengaruh hubungan antara hubungan ayah dan anak putri terhadap pretasi belajar.
Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar di ambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarganya yang lain.
Suasana keluarga yang berbahagia yang mempengaruhi anak akan mempengaruhi masa depan anak di sekolah maupun di masyarakat.
Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribedi (1981) bahwa pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh:
1. Rasa Aman
Merupakan periode perkembangan pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman ini perlu dikerjakan, sehingga anak merasakan aman dalam kehidupan keluarga.
Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu kepercayaan pada diri sendiri. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu kegelisahan hidup, ia akan merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyanyangi.
2. Rasa Otonomi
Rasa otonomi yang terjadi pada anak berumur 2-3 tahun. Orang tua harus membimbing anak dengan bijaksana agar anak dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga yang dapat berdiri sendiri dan dengan caranya sendiri yang dapat memecahkan persoalan yang mereka hadapi.
Kegagalan pembentukan otonomi, akan menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh orang tuanya. Ia selalu tidak percaya diri dan tidak mampu untuk menghadapi persoalan disekolahnya.
3. Rasa Inisiatif
Pada umur 4-6 tahun anak harus dibiasakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam lingkungan keluarga. Sebab dengan dibiasakan menangani masalah hidupnya maka anak akan mengembangkan inisiatifnya dan daya kreatifnya dalam rangka menghadapi tantangan hidupnya. Jika orang tua selalu membantu dan bahkan melarang anaknya untuk mengerjalan sesuatu hal maka inisiatif dan daya kreasi anak akan lemah dan akan mempengaruhi hidup anak dalam belajar disekolah
Pengaruh kualitas pengasuhan anak dan kondisi lingkungan dengan perkembangan kemampuan anak.
Levine dan havighurst (1984, 169:179) melaporkan hasil penelitian anak yang tingkat kondisi IQ rendah dari suatu rumah yatim piatu dalam kondisi yang menyedihkan dan anak yang diasuh dalam rumah yatim piatu dalam kondisi baik dengan penyelenggaraan dengan program-program yang perawatan baik. Setelah satu tahun anak dari dua lingkungan yatim piatu tersebut di tes intelegentsi. Dari hasil tes intelegentsi diperoleh hasil bahwa IQ anak dipelihara dalam yatim piatu dalam kondisi yang menyedihkan IQnya tetap bahkan ada yang menurun, sedang anak yang diasuh dalam rumah yatim piatu yang baik IQnya naik setelah belajar disekolah anak-anak diasuh dengan kondisi yang baik berhasil memperoleh ijazah pendidikan tinggi.
Pengaruh fasilitas hidup dalam keluarga dan rumah tangga terhadap perkembangan kognitif
Keluarga lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas memiliki fasilitas yang berbeda-beda. Keluarga fasilitas bawah yang kurang lengkap bila dibanding keluarga lapisan menengah dan lapisan atas. Kelengkapan fasilitas mempunyai dampak yang positif terhadap pengembangan kognitif anak yang belajar disekolah.
Pengaruh besarnya keluarga terhadap kemampuan intelektual :
Dari hasil–hasil penelitian dilaporkan bahwa besarnya keluarga berkolerasi negatif terhadap kemampuan intelektual dari hasil penelitian diketahui bahwa makin besar jumlah keluarga makin rendah kemampuan intelektual anak. Sebaliknya makin kecil jumlah keluarga kemampuan intelektual makin tinggi. Jika ditambah fariabel lapisan keluarga, maka jumlah keluarga yang besar pada lapisan bawah kemampuan intelektual akan lebih rendah lagi dibanding pada keluarga besar pada lapisan menengah oleh karena makin banyak jumlah anak maka kemapuan intelektual makin rendah apalagi jika ditambah dengan lapisan keluarga rendah (miskin).
Pengaruh urutan kelahiran terhadap kemampuan intelektual
Pengaruh urutan kelahiran telah dilaporkan oleh Lausa dan Sigel (1982). Dari hasil penelitian ini diketahui makin menurun urutan kelahiran makan presentasi pelajar semakin rendah. Umumnya presentasi belajar anak sulung lebih baik daripada prestasi belajar anak kedua prestasi lebih baik dari anak ketiga dan seterusnya.
Pengaruh pekerjaan ibu
Pengaruh antara ibu yang bekerja diluar rumah terhadap prestasi belajar anak belum ada kata sepakat. Dari berbagai penelitian ada kecenderungan bahwa prestasi belajar anak yang ibunya bekerja lebih tinggi dari anak yang ibunya tidak bekerja. Tetapi pada beberapa penelitian juga menghasilkan bahwa prestasi belajar anak yang ibunya tidak bekerja lebih tinggi dari pada prestasi belajar anak yang ibunya bekerja. Oleh karena itu perlu dilacak faktor yang lain yang menyebabkan keragu-raguan tersebut diatas umpama jenis kerja dari ibu, kualitas keluarga dan sebagainya.
Hubungan perlakuan orang tua dan kemampuan kognitif
Dari hasil penelitian Rollins dan Thomas yang dilaporkan oleh Lewin dan Havighurst (1982. 172-173) menyatakan bahwa:
1. Makin besar dukungan orang tua makin tinggi tingkat perkembangan kognitif anak,
2. Makin kuat pemaksaan yang diberikan oleh orang tua maka makin rendah perkembangan kognitif anak,
3. Makin besar dukungan orang tua, makin tinggi kemampuan sosoisal dankemampuan instrumental anak,
4. Makin kuat tingkat pemaksaan yang diberikan orang tua terhadap anak-anaknya maka makin rendah kemapuan sosialnya,
5. Bagi anak perempuan besarnya dukungan dan frekuensi usaha pengawasan orang tua berkolerasi negatif terhadap pencapaian prestasi akademik,
6. Bagi anak laki-laki besarnya dukungan orang tua dan kuatnya pengawasan orang tua berkolerasi positif terhadap pencapaian prestasi belajar.
Luis N. Lausa dan Irving Sidel (1982) yang merangkumkan berbagai hasil penelitian juga melporkan hasil penelitian hubugan orang tua dengan keberhasilan belajar anak. Clarke dan Stewart meneliti tentang perlakuan ibu dalam hubungan antara ibu dan anak terhadap prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa prestasi belajar anak dipengaruhi oleh hubungan akrab anrata ibu dan anak. Dalam hubunganya yang akrab itu ibu sering mengajak berbincang-bincang anaknya, ibu memberikan hiburan terhadap anaknya, memberi pujian kepada anaknya, pertolongan dan keterangan-keterangan ibu juga mengajar berbagai hal seperti bekerja sama dengan anak lain serta mengembangkan kegiatan anak. Apabila perlakuan tersebut diatas disertai suasana hubungan dan kasih sayang ternyata lebih meningkatkan kemampuan intelektual dari pada penerapan displin yang kaku, pengawasan yang ketat, membujuk, memberi perintah dan larangan atau acaman dan hukuman.
Pengaruh hubungan akrab antara ayah dan anak juga mempengaruhi kemampuan intelektual anak.
Pergaulan yang akrab antara orang tua, ayah dan anak akan mengurangi rasa takut terhadap pergaulan antara anak dengan orang-orang diluar keluarga. Pengaruh hubungan akrab anak laki-laki dan ayahnya terhadap prestasi belajar lebih tinggi dari pada pengaruh hubungan antara hubungan ayah dan anak putri terhadap pretasi belajar.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak, khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya.
Adapun sumbangan lingkungan keluarga yang berimpilkasi terhadap pembelajaran anak di sekolah.
a. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri,
b. Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak
Pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh:
1. Rasa Aman
2. Rasa Otonomi
3. Rasa Inisiatif
B. SARAN
Sebaiknya sebagai orang tua hendaknya selalu memperhatikan dan memberikan pengawasan serta bimbingan kepada anak-anaknya. Hal ini sangat diperlukan karena anak rentan terhadap pengaruh lingkungan. Orang tua harus memberikan teladan yang baik untuk anak-anaknya karena orang tua sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak.
DAFTAR PUSTAKA
Daim, dkk. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press
Hasbullah. (1996). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada
Pipung. (2011). Peran Keluarga dalam Mensukseskan Pendidikan.
[Online]
Tersedia:http://blog.um.ac.id/pipuxz/2011/12/20/peran-keluarga-dalam-mensukseskan-pendidikan/
Solehuddin, M. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.
Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak, khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya.
Adapun sumbangan lingkungan keluarga yang berimpilkasi terhadap pembelajaran anak di sekolah.
a. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri,
b. Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak
Pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh:
1. Rasa Aman
2. Rasa Otonomi
3. Rasa Inisiatif
B. SARAN
Sebaiknya sebagai orang tua hendaknya selalu memperhatikan dan memberikan pengawasan serta bimbingan kepada anak-anaknya. Hal ini sangat diperlukan karena anak rentan terhadap pengaruh lingkungan. Orang tua harus memberikan teladan yang baik untuk anak-anaknya karena orang tua sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak.
DAFTAR PUSTAKA
Daim, dkk. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press
Hasbullah. (1996). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada
Pipung. (2011). Peran Keluarga dalam Mensukseskan Pendidikan.
[Online]
Tersedia:http://blog.um.ac.id/pipuxz/2011/12/20/peran-keluarga-dalam-mensukseskan-pendidikan/
Solehuddin, M. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar